Kita diberikan anugerah akal yang sungguh luar biasa, dan kita juga diberi daya untuk menjalani hari-hari yang telah, sedang dan yang akan kita lalui. Apa yang akan kita jalani hari ini, suasana hati kita sepanjang hari, tak lepas dari apa yang kita mulai dari pagi hari. Keceriaan, kesedihan, Rasa sesal, tangis, kebencian tak bisa terlepas dari suasana pagi yang sangat mempengaruhi suasana hati. Begitu nikmatnya anugerah pagi, hingga kita senantiasa harus mensyukurinya.
Hening fajarku terusik dengan kegundahanku
Jenuh... Pekat rasuki benakku
Aku terbenam dalam dinginku
Ada sebuah pepatah yang mengatakan "Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya", berarti secara subyektifitas dapat diartikan sebagai "Pribadi yang besar adalah pribadi yang tidak melupakan sejarahnya". Kenapa harus sejarah? Bukankah kita hidup di masa yang berbeda? Bukankah problematika yang kita hadapi juga berbeda?
Selarasnya, apalah arti dari sebuah sejarah bila tidak direfleksikan. Selayaknya kehidupan, apalah arti kehidupan bila tidak direfleksikan. Dari persepsi di atas dapat diambil poin bahwa, kehidupan ini adalah tiada berarti bila kita tidak pandai merefleksikannya. Bagaimana kita bisa pandai menyikapi bila kita sendiri tak pernah belajar dari pengalaman masa lalu
Sejatinya kita hanyalah meneruskan perjalanan panjang ini, bila kita cerdas kita tidak perlu lelah dan capek berpikir tentang sesuatu yang baru dan yang baru, yang mungkin akan menyimpang dari konsep pencarian kita, cukuplah kita belajar dari masa lalu, belajar dari sejarah kesuksesan dan kegagalan masa lalu. Jadikan parameter langkah maju dan besiaplah menantang arus dunia! Bukankah panduan kita sudah jelas! bukankah tujuan kita sudah jelas! sejarah hanya mengajarkan satu tujuan, dan tujuan itu adalah mati! masih ingin menunda melakukan kebaikan? atau masih menunggu penyesalan di kemudian hari?
Sejarah adalah arah, arah yang akan mengajarkanku menjadi seorang yang tegar dan kuat untuk menjalani kerasnya dunia ini. Love you all, dan aku mulai memberikan dayaku dari hal yang sederhana ini
Aku mungkin hanyalah bagian dari segelintir orang yang hanya bisa senantiasa mengiba tanpa bisa berbuat apa-apa. Aku marah pada setiap perlakuan yang kalian terima, tapi aku tak tahu kepada siapa amarah ini dirasa. Sudah digariskan parameter kontras yang ada diantara kita dan mereka, tapi keraguan dan dalil keilmuan menjadikan prinsip hati melemah seiring melemahnya keberanian diri.
Aku menatap sinis pada mereka-mereka yang berjuang mengangkat kepal memeperjuangkanmu, dan bahkan aku tersenyum kecut, menilai pesimis daya yang bisa kalian dapatkan. Hingga akhirnya aku lupa, kalo ternyata kalian harus diperjuangkan. Aku terlalu asyik menikmati nyamanya duniaku, hingga aku lupa kalian membutuhkan bantuanku. Aku yang terlalu sombong mengganggap kalian jauh, hingga aku alpa bahwa kalian adalah bagian keluargaku. Aku benar-benar menjadi insan yang tak tahu arti persaudaraan dalam agamaku
Setelah sekian waktu yang melenakanku, Tuhanku mengingatkanku akan kalian bagian keluargaku, dan aku menyesal karena aku telah menjadi bagian yang menyokong penderitaan kaumku. Aku benar-benar telah jauh dari saudaraku
Dayaku dalam kesadaranku, memang tak sedigdaya badai yang menyapu segalanya, namun daya sederhanaku adalah bentuk baktiku untuk menarik dukunganku dari para penindasmu. Dayaku memang tak semegah guntur yang menggelegar menggetarkan rongga di dada, tapi daya terbatasku setidaknya sebagai wujudku untuk senantiasa mengingat kalian sebagai bagian dari keluargaku. Aku memang tak sehebat super power, tapi ini adalah daya yang kupunya dan akan kujadikan persembahan yang tak terhingga untuk kejayaan kita
Aku berkhayal dalam penantianku, menghabiskan bulir-bulir peluhku dengan berandai-andai, menyisipkan relung-relung waktuku dengan khayalan-khayalan tak tentu, yang sebenarnya aku sendiri tak pernah yakin akan bisa direalisasikan atau hanya sekedar khayalan seorang pengkhayal.
Amati saja bias terpancar dari bayangan kelamku, begitu tersudut dan tiada pernah tersurut semangat untuk mencapai apa yang menjadi impian dalam hidup. Tak pernah takut dan terus berpacu dengan roda-roda sang waktu, karena pada akhirnya aku menyadari, hanyalah sebatas ihktiar mengerahkan segala daya yang kupunya secara optimal, dan biarkan Sang Empunya yang menentukan yang terbaik untukku.
Teringat di masa kecilku, aku begitu bangga mengenakan busana militer dengan gelar ala jendral tertinggi negeri ini, aku berpose layaknya sang pemimpin kecil di masaku, memimpin barisan teman-teman kecilku dengan suara lantang aku belajar menjadi qoidun umat. Aku memimpikan menjadi seorang jendral saat itu, jendral kecil begitulah jumawa bergema di dadaku.
Selang beberapa tahun, masih di masa kecilku, aku memimpikan menjadi seorang penerbang, astronot kebanggaan negeri pancasila. Berbagai kreatifitas aku kembangkan, berbagai pernik berbau pesawat dan roket aku himpuni, dengan satu mimpi, aku ingin menjadi astronot negeri.
Tak lama berselang, aku menatap para juara olimpiade bidang studi, dan aku terlecut menjadi bagian dalam prestasi itu, semangatku membara, daya kukerahkan untuk mencapai impian itu. Prestasi demi prestasi kuukir, hingga akhirnya aku jenuh, dan aku merasa ini terlalu menjemukan bagiku. Lalu aku berpaling mencari impian yang lain, yang lebih menarik bagiku dalam pandanganku saat itu
Terlecut semangat menjadi atlet, olahragawan. Berbagai turnamen aku ikuti, meski dari semua itu selalu mentok menjadi runner up, aku tetap bangga pada diri, bahwa aku mampu berprestasi. Dan aku terus berupaya mengembangkan skill di bidang itu. Namun, jiwa serakahku bergejolak membara mengarahkan mengalihkan pada fokusku, aku mencoba peruntungan di bidang lain, bukan prestasi malah frustasi yang kudapati. Tidak pernah mendapatkan posisi inti dan selalu menjadi bagian dari lapis kedua, menjadikanku pergi dan tak ingin seriusi lagi bidang ini, aku kecewa pada diriku sendiri. Tidak hanya itu di kala aku beralih ke bidang sport lain yang sama dengan didikan orang tuaku, hasilnya malah tambah membuatku hancur dalam harapan. Dari berbagai pertandingan yang kujalani, aku hanyalah menjadi bagian dari tim selalu kalah dan tidak pernah memperoleh kemenangan, dan aku frustasi dan memutuskan mundur mencari impian yang lain
Ketika beranjak remaja, aku tertarik pada alunan dawai, yang membawaku terbuai dalam angan untuk menjadi salah satu bagiannya yang handal. Berbagai area aku datangi untuk belajar pada sang ahli, hingga tekadku bulat untuk terus menekuni bidang ini. Namun sayang, keinginan hati tak direstui Ayah tercinta. Hasilnya kembali frustasi dan jatuh pada labilnya masa remaja yang menjalani proses pencarian diri. Waktu-waktuku habis dengan hal-hal yang tak berfaedah, hingga aku lupa akan makna dari pencarian itu sebenarnya
Kini setelah impian-impian itu terkikis satu persatu, aku baru menyadari, bahwa dalam diri ini begitu banyak nikmat yang senantiasa harus disyukuri. Ikhtiar menjadi parameter utama, dan hasil istiqomahkan pada Yang Kuasa, semakin berharap semakin larut dalam kekecewaan. Semakin dipasrahkan semakin diri ini paham tentang makna keihklasan. Aku pasrahkan segalanya padaMu. Hidupku hanya sekali dan yang ingin kuingat adalah apa yang telah kuperbuat untuk akhiratku nanti. Kini yang tersimpan hanyalah satu, satu impian. Karena jalanku adalah jalan menemukanMu, jalanku adalah jalan kembali padaMu, dan jalanku telah digariskan olehMu jauh sebelum aku hadir di duniaMu. Aku hanya rindu menjadi bagian dari syurgaMu, aku rindu berteMu Engkau ya Rabbi