Spirit Fajar Kali ini

Posted: Senin, 26 April 2010 by Yanuar in Label:
0

Kita diberikan anugerah akal yang sungguh luar biasa, dan kita juga diberi daya untuk menjalani hari-hari yang telah, sedang dan yang akan kita lalui. Apa yang akan kita jalani hari ini, suasana hati kita sepanjang hari, tak lepas dari apa yang kita mulai dari pagi hari. Keceriaan, kesedihan, Rasa sesal, tangis, kebencian tak bisa terlepas dari suasana pagi yang sangat mempengaruhi suasana hati. Begitu nikmatnya anugerah pagi, hingga kita senantiasa harus mensyukurinya.


Ungkapan syukur pagi dapat diwujudkan dengan menjaga amalan pagi, meningkatkan kualitas diri, yang senantiasa dimulai dari sepertiga malam terakhir. Kedamaian dan ketenangan terpancar, optimistis menjalani kehidupan terbentang dan syukur atas rahmatMu ya Rabb aku haturkan.

Namun begitu ironis bila kita melihat negeri ini, negeri yang sangat kita cintai ini. Betapa nikmat pagi yang harusnya memotivasi, malah diisi dengan segmen-segmen yang membuat kabur pandangan kita untuk menjalani hari yang penuh kreatifitas dan semangat juang. Lihat saja program acara televisi, saat fajar, hanya diisi setengah jam untuk segmen rohani dan motivasi, tapi setelah itu, runtutan gosip dan gosip yang terus mengisi hari-hari anak negeri.

Dampaknya memang tidak terasa secara langsung. Namun perlahan tapi pasti dan tanpa kita sadari, kita menjadi minim motivasi untuk menjalani hari. Bila tidak ada regulasi yang mengatur tentang ini, dikhawatirkan mental anak negeri yang penuh creativity akan terdegradasi. Akan terganti dengan mental ketergantungan dan yang bisanya hanya meminta belas kasihan orang lain.

Bukan tanpa alasan, tapi lihat saja. Setiap pagi kita diimingi dengan kegidupan pribadi orang lain yang mungkin kurang terlalu berkenan untuk diikuti. Kita dibawa larut dalam suasana, hingga dari hari ke hari kita terbius untuk senantiasa mengikuti perkembangan yang ada. Betapa malangnya nasib kita, waktu kita habis hanya untuk berpikir tentang hal-hal yang membuat kita jauh untuk berpikir tentang diri kita sendiri. Bukankah arah kita tergantung dari akal kita?? bila kita senantiasa disuguhi dengan perihal-perihal negatif setiap pagi, sudah tidak dipungkiri lagi sepanjang hari akal kita sudah terisi dengan hal-hal negatif yang tidak memotivasi. Bayangkan kalo hal itu berlangsung tiap hari?? betapa telah teracuninya akal kita dengan hal-hal yang mungkin kurang terlalu berkenan untuk dipikirkan.

Kita hitung saja intensitas kita di depan televisi, bandingkan dengan aktifitas kita secara ilmiah keilmuan dan keagamaan. Jadikan bahan refleksi seberapa kuat pengaruhnya bagi kehidupan kita, lalu kita berpikir tentang akal kita, sudahkah kita memiliki motivasi kuat untuk menjalani kehidupan ini, atau kita hanya bisa menunggu, berharap belas kasihan datang menghampiri?? Tegakah kita menjadikan diri kita sebagai pribadi yang tak tahu arah kehidupan ini?? Maukah kita hanya mengikuti arus dunia ini, yang mungkin menjerumuskan kita pada arah yang bukan seharusnya.

Berpikirlah! karena Allah memuliakan hambaNya yang berpikir dan menghinakan HambaNya yang tak menggunakan akalnya

Berlalu Bersama Gubahan-Gubahan Abadiku

Posted: by Yanuar in Label:
0

Hening fajarku terusik dengan kegundahanku

Kecemburuanku begitu membahana, hingga diujung ubun-ubunku
Aku mendalami tentang makna yang tersirat
Yang lama terpendam dan jauh begitu dalam tersimpan

Kicau burung gerejapun tak mampu redam jiwaku
Tetes lembut sang embunpun tak kuasa menahan rintihan kegelisahanku
Aku terlanjur larut dalam asa yang menghantuiku
Aku takut, aku salah dalam menentukan arahku

Dalam tiap alunan bait yang terbaca
Terbersit asa akan kedamaianku
Aku begitu berharap pada ketenangan dan keheningan yang dijanjikan
Aku terus berlalu dan terus berlalu dengan gubahan-gubahan abadi

Kala hentak jantung ini bergelora
Kala itu pulalah kulepas asa
Pasrah pada yang Empunya
Karena aku percaya pada janji yang telah ada

Tiga perihal yang kutahu pasti
Yang kan kudapati dalam perjalanan hidup ini
Mati, Rizqy dan tentunya Zawjati
Dan tak perlu kurisau lagi, karena hanya akan merusak hati

Sudahlah...

Posted: Minggu, 25 April 2010 by Yanuar in Label:
0

Jenuh... Pekat rasuki benakku

seolah padat hantui relung laraku
Aku berteriak akan ketakberdayaanku
Tapi sudahlah... aku tak ingin larut dalam keluhanku

Lelah... mengejar mimpi-mimpi yang tak pernah terpenuhi
Meski diplat jangan berhenti, tapi aku tak mampu lewati kelelahan ini
Berhenti sejenak mungkin sebuah solusi
Mengambil hela, hingga memahami apa yang senantiasa kusyukuri

Oh Tuhan, inikah jawaban atas doaku dan pintaku??
Engkau memberiku makna memahami terlebih dahulu
Sebelum akhirnya engkau memberikan keindahan dari semua impianku
Dan aku tak akan pernah ragukan itu

Ijinkan aku sejenak terlelap, pejamkan mataku
Dan menikmati indahnya kesendirianku
Aku hanya ingin menepi perlahan
Hingga aku bangkit, untuk melanjutkan perjalanan lagi

Yah sudahlah, semua ini aku terima sebagai konsekuensi jalan hidupku
Dan kerinduanku hanyalah satu
Dan hingga kini tetaplah satu
Meski seiring waktu, aku masih menunggu


Dalam Dinginya Kalbuku

Posted: Sabtu, 24 April 2010 by Yanuar in Label:
0

Aku terbenam dalam dinginku

Menjauh dan menjauh, segenap daya tepikan asaku
Aku yang menepikan citaku
Hingga telah jauh terlupa akan kosongnya bilik kalbuku
Aku mencari jawab dalam tiap lekuk lututku
Dalam tiap rendahnya keningku
Dan dalam tiap terpejamnya penglihatanku
Aku masih mencari jawaban itu

Aku akhirnya takluk akan gejolak kalbuku
Lemah dalam lelahku
Dan rapuh dalam kebimbanganku
Aku seperti tersadarkan akan sesuatu yang kutepikan

Aku berharap dalam setiap ikhtiarku
Berlantun pinta dalam tiap sepiku
Bersandarkan derasnya kerlingan pencarianku
Aku terhempas dalam galau yang tak menentu

Bilakah Engkau telah meridhai segala dayaku
Kupersembahkan segala kecemburuanku
Kuikhlaskan segala citaku
Karena aku tahu Engkau segalanya bagiku

Bila terbentang waktu diiringi mekarnya kembang melatiku
Aku tak kan ragu, bila itu adalah panggilan untukku
Aku takkan goyah meski tersentuh bekunya kalbuku
Karena kutahu itulah tanda yang akan mengisi kekosongan itu

Sejarahku, parameter arah langkahku

Posted: Selasa, 20 April 2010 by Yanuar in Label:
0



Ada sebuah pepatah yang mengatakan "Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya", berarti secara subyektifitas dapat diartikan sebagai "Pribadi yang besar adalah pribadi yang tidak melupakan sejarahnya". Kenapa harus sejarah? Bukankah kita hidup di masa yang berbeda? Bukankah problematika yang kita hadapi juga berbeda?

Selarasnya, apalah arti dari sebuah sejarah bila tidak direfleksikan. Selayaknya kehidupan, apalah arti kehidupan bila tidak direfleksikan. Dari persepsi di atas dapat diambil poin bahwa, kehidupan ini adalah tiada berarti bila kita tidak pandai merefleksikannya. Bagaimana kita bisa pandai menyikapi bila kita sendiri tak pernah belajar dari pengalaman masa lalu

Sejatinya kita hanyalah meneruskan perjalanan panjang ini, bila kita cerdas kita tidak perlu lelah dan capek berpikir tentang sesuatu yang baru dan yang baru, yang mungkin akan menyimpang dari konsep pencarian kita, cukuplah kita belajar dari masa lalu, belajar dari sejarah kesuksesan dan kegagalan masa lalu. Jadikan parameter langkah maju dan besiaplah menantang arus dunia! Bukankah panduan kita sudah jelas! bukankah tujuan kita sudah jelas! sejarah hanya mengajarkan satu tujuan, dan tujuan itu adalah mati! masih ingin menunda melakukan kebaikan? atau masih menunggu penyesalan di kemudian hari?

Sejarah adalah arah, arah yang akan mengajarkanku menjadi seorang yang tegar dan kuat untuk menjalani kerasnya dunia ini. Love you all, dan aku mulai memberikan dayaku dari hal yang sederhana ini

Ini adalah daya yang aku punyai

Posted: by Yanuar in Label:
0



Aku mungkin hanyalah bagian dari segelintir orang yang hanya bisa senantiasa mengiba tanpa bisa berbuat apa-apa. Aku marah pada setiap perlakuan yang kalian terima, tapi aku tak tahu kepada siapa amarah ini dirasa. Sudah digariskan parameter kontras yang ada diantara kita dan mereka, tapi keraguan dan dalil keilmuan menjadikan prinsip hati melemah seiring melemahnya keberanian diri.

Aku menatap sinis pada mereka-mereka yang berjuang mengangkat kepal memeperjuangkanmu, dan bahkan aku tersenyum kecut, menilai pesimis daya yang bisa kalian dapatkan. Hingga akhirnya aku lupa, kalo ternyata kalian harus diperjuangkan. Aku terlalu asyik menikmati nyamanya duniaku, hingga aku lupa kalian membutuhkan bantuanku. Aku yang terlalu sombong mengganggap kalian jauh, hingga aku alpa bahwa kalian adalah bagian keluargaku. Aku benar-benar menjadi insan yang tak tahu arti persaudaraan dalam agamaku

Setelah sekian waktu yang melenakanku, Tuhanku mengingatkanku akan kalian bagian keluargaku, dan aku menyesal karena aku telah menjadi bagian yang menyokong penderitaan kaumku. Aku benar-benar telah jauh dari saudaraku

Dayaku dalam kesadaranku, memang tak sedigdaya badai yang menyapu segalanya, namun daya sederhanaku adalah bentuk baktiku untuk menarik dukunganku dari para penindasmu. Dayaku memang tak semegah guntur yang menggelegar menggetarkan rongga di dada, tapi daya terbatasku setidaknya sebagai wujudku untuk senantiasa mengingat kalian sebagai bagian dari keluargaku. Aku memang tak sehebat super power, tapi ini adalah daya yang kupunya dan akan kujadikan persembahan yang tak terhingga untuk kejayaan kita

Sekedar Membuka Memori Lalu

Posted: by Yanuar in Label:
0



Aku berkhayal dalam penantianku, menghabiskan bulir-bulir peluhku dengan berandai-andai, menyisipkan relung-relung waktuku dengan khayalan-khayalan tak tentu, yang sebenarnya aku sendiri tak pernah yakin akan bisa direalisasikan atau hanya sekedar khayalan seorang pengkhayal.

Amati saja bias terpancar dari bayangan kelamku, begitu tersudut dan tiada pernah tersurut semangat untuk mencapai apa yang menjadi impian dalam hidup. Tak pernah takut dan terus berpacu dengan roda-roda sang waktu, karena pada akhirnya aku menyadari, hanyalah sebatas ihktiar mengerahkan segala daya yang kupunya secara optimal, dan biarkan Sang Empunya yang menentukan yang terbaik untukku.

Teringat di masa kecilku, aku begitu bangga mengenakan busana militer dengan gelar ala jendral tertinggi negeri ini, aku berpose layaknya sang pemimpin kecil di masaku, memimpin barisan teman-teman kecilku dengan suara lantang aku belajar menjadi qoidun umat. Aku memimpikan menjadi seorang jendral saat itu, jendral kecil begitulah jumawa bergema di dadaku.

Selang beberapa tahun, masih di masa kecilku, aku memimpikan menjadi seorang penerbang, astronot kebanggaan negeri pancasila. Berbagai kreatifitas aku kembangkan, berbagai pernik berbau pesawat dan roket aku himpuni, dengan satu mimpi, aku ingin menjadi astronot negeri.

Tak lama berselang, aku menatap para juara olimpiade bidang studi, dan aku terlecut menjadi bagian dalam prestasi itu, semangatku membara, daya kukerahkan untuk mencapai impian itu. Prestasi demi prestasi kuukir, hingga akhirnya aku jenuh, dan aku merasa ini terlalu menjemukan bagiku. Lalu aku berpaling mencari impian yang lain, yang lebih menarik bagiku dalam pandanganku saat itu

Terlecut semangat menjadi atlet, olahragawan. Berbagai turnamen aku ikuti, meski dari semua itu selalu mentok menjadi runner up, aku tetap bangga pada diri, bahwa aku mampu berprestasi. Dan aku terus berupaya mengembangkan skill di bidang itu. Namun, jiwa serakahku bergejolak membara mengarahkan mengalihkan pada fokusku, aku mencoba peruntungan di bidang lain, bukan prestasi malah frustasi yang kudapati. Tidak pernah mendapatkan posisi inti dan selalu menjadi bagian dari lapis kedua, menjadikanku pergi dan tak ingin seriusi lagi bidang ini, aku kecewa pada diriku sendiri. Tidak hanya itu di kala aku beralih ke bidang sport lain yang sama dengan didikan orang tuaku, hasilnya malah tambah membuatku hancur dalam harapan. Dari berbagai pertandingan yang kujalani, aku hanyalah menjadi bagian dari tim selalu kalah dan tidak pernah memperoleh kemenangan, dan aku frustasi dan memutuskan mundur mencari impian yang lain

Ketika beranjak remaja, aku tertarik pada alunan dawai, yang membawaku terbuai dalam angan untuk menjadi salah satu bagiannya yang handal. Berbagai area aku datangi untuk belajar pada sang ahli, hingga tekadku bulat untuk terus menekuni bidang ini. Namun sayang, keinginan hati tak direstui Ayah tercinta. Hasilnya kembali frustasi dan jatuh pada labilnya masa remaja yang menjalani proses pencarian diri. Waktu-waktuku habis dengan hal-hal yang tak berfaedah, hingga aku lupa akan makna dari pencarian itu sebenarnya

Kini setelah impian-impian itu terkikis satu persatu, aku baru menyadari, bahwa dalam diri ini begitu banyak nikmat yang senantiasa harus disyukuri. Ikhtiar menjadi parameter utama, dan hasil istiqomahkan pada Yang Kuasa, semakin berharap semakin larut dalam kekecewaan. Semakin dipasrahkan semakin diri ini paham tentang makna keihklasan. Aku pasrahkan segalanya padaMu. Hidupku hanya sekali dan yang ingin kuingat adalah apa yang telah kuperbuat untuk akhiratku nanti. Kini yang tersimpan hanyalah satu, satu impian. Karena jalanku adalah jalan menemukanMu, jalanku adalah jalan kembali padaMu, dan jalanku telah digariskan olehMu jauh sebelum aku hadir di duniaMu. Aku hanya rindu menjadi bagian dari syurgaMu, aku rindu berteMu Engkau ya Rabbi